Sabtu, 30 Januari 2010

prinsip fitoteraphy

Nadjeeb's Blog

Klik Saja….Semoga Tugasnya Dapat Selesai
02.19.09
Prinsip Dasar Fitoterapi

Ditulis dalam Bahan Kuliah pada 4:57 pm oleh nadjeeb

APAKAH FITOTERAPI

Fitoterapi adalah pengobatan dan pencegahan penyakit menggunakan tanaman, bagian tanaman, dan sediaan yang terbuat dari tanaman. Tumbuhan herbal atau obat adalah tanaman yang secara tradisional digunakan untuk fitoterapi. Bagian penting dari fitoterapi adalah tanaman atau bagian tanaman yang dapat berfungsi sebagai obat. Definisi isolasi dan kimia dari konstituen tanaman menjadi batas wilayah definisi fitoterapi. Madaus, salah satu industri farmasi dari Jerman menerbitkan definisi untuk Fitoterapi, yaitu obat-obatan yang berasal dari bahan alami. Menurut komisi para pendiri Kantor Kesehatan Federal Jerman yang membuat monograf tanaman, zat kimia yang diisolasi dari tanaman tidak dapt didefinisikan sebagai obat herbal (Fitoterapi). Di lain pihak Fritzz Weiss, menerima pendapat bahwa zat kimia yang diisolasi dari tanaman dapat dikategorikan sebagai fitoterapi dan mengklasifikasikan zat-zat kimia tersebut sebagai obta-obat herbal yang potent (forte). Zat kimia yang secara langsung diekstraksi dari tanaman seperti digoxin dan digitoxin diisolasi dari spesies Digitalis lanata dan Digitalis purpurea. Turunan dari senyawa tersebut yang diperoleh dengna cara disintesa (contoh:asetildigoxin dan metildigoxin) tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan obat herbal. Senyawa turunan tersebut diproduksi secara sintesis.

Dari sudut pandang, obat herbal dapat diklasifikasikan sebagai campuran yang secara abstrak disebut „multikimia“ atau „polikimia“, dan kompleks. Johann Wolfgang Goethe (1749-1832), salah satu peneliti tanaman pada jaman modern, mneyebut bahwa inilah salah satu „rahasia terbuka“ yang harus kita ketahui untuk memahami tanaman. Dengan penggunaan fisikokimia modern, sekarang kita dapat mengidentifikasi dan memahami sejumlah besar komposisi kimia dalam tanaman maupun bagian dari suatu tanaman, tetapi kita tidak dapat menjelaskan mengapa campuran kimiawi khusus dihasilkan oleh suatu tanaman, atau mengapa sisa dari tanaman tersebut tetap memelihara kesatuan holistik sekalipun komposisi berubah secara konstan selama perubahan musim dan perubahan pertumbuhan. Oleh karena itu, sebagai tambahan untuk menampilkan analisis kuantitatif dari zat kimia yang diketahui dari tanaman, kita juga harus menghadapi masalah dalam memebri definisi kualitatif alami dari tanaman yang menghindarkan bukti ilmiah absolute dan hanya dapat digambarkan.

Seorang ahli tanaman digambarkan kurang lebih sama dengan seorang ahli musik.Seorang komposer mengaplikasikan ilmunya ke dalam not, harmoni, kunci, ritme dan lainnya untuk menghasilkan simfoni. Sekalipun setiap komposer musik mengaplikasi kan ilmu yang sama, namun setiap komposer tersebut bekerja secara unik dan masing-masing menghasilkan karya pribadi. Seorang ahli musik dapat mengidentifikasi karya seorang komposer hanya dengan mendengarkan hasil simfoni mereka, begitu juga dengan seorang ahli tanaman dapat mengidentifikasi sebuah tanaman berdasarkan efek dari keseluruhan tanaman dan senyawa kimia khusus yang dihasilkan (fitofarmakognosi).

Definisi fitoterapi menyatakan bahwa seorang ahli tanaman obat (herbalis) harus mengetahui tanaman itu sendiri selain itu juga harus memiliki pengetahuan mengenai lingkungan alami, komponen zat kimia, dan komposisi dari komponen zat kimia tersebut agar dapat mengidentifikasi keistimewaan khusus dari tanaman tersebut dan membedakan dengan tanaman yang lain. Seperti Goethe pernah ungkapkan, pemahaman mengenai pengetahuan mengenai komposisi kimia tanaman dirasa tidak mencukupi jika kita tidak mengeksplorasi komponen-komponen hidup tanaman tersebut, seperti rahasia komposisi tanaman tersebut.

Aturan fitoterapi yang lain menyatakan bahwa, jika menggunakan komponen kimia khusus atau derivat kimia yang diisolasi dari tanaman maupun bagian dari tanaman, terjadi kekhususan dalam transisi dari efikasi terapetik keseluruhan ke efek yang dapat ditentukan secara farmakologis. Kekhususan tersebut dapat dijelaskan menggunakan biji tanaman Silybum marianum. Biji tanaman ini digunakan untuk mengobati berbagai macam indikasi selama berabad-abad, namun efek spesifik terhadap organ hati telah lama diabaikan. Seorang dokter dari Jerman, Johann Gottfried Rademacher (1772-1850) pertama kali menemukan bahwa Silybum marianum mempunyai kemampuan untuk mengobati berbagai macam penyakit hati (hepatopati). Selanjutnya Rademacher mengembangkan tingtur yang terbuat dari tanaman tersebut, sehingga disebut Tingtur Rademacher, yang kemudian direkomendasikan untuk mengobati penyakit hati. Pada wal tahun 1830an, Hỗrhammer menemukan metode untuk mengekstraksi silymarin dari Silybum marianum. Silymarin merupakan campuran dari flavon, yang terdiri dari 3 komponen, silychristin, silydianin, dan silybinin. Farmakologi modern dan pengujian klinis menunjukkan bahwa silymarin mempunyai efek protektif dan kuratif terhadap penyakit hati yang toksis (hepatosis). Antidot yang spesifik untuk keracunan hati akut dan mengancam jiwa akibat jamur Amanita dikembangkan menggunakan Silybinin sintetik dan larut air (garam disodium silybinin-C 2,3-dihydrogen sucinate. Perubahan transisi penggunaan tanaman untuk pengobatan yang luas dan tidak spesifik menjadi lebih umum tetapi spesifik untuk organ spesifik, kemudian berubah menjadi penggunaan untuk indikasi yang lebih sempit seperti untuk pengobatan pentakit hati yang toksis, mewakili salah satu contoh kekhususan atau penyempitan spektrum terapetik.

Aturan-aturan tersebut menyampaikan pada pembaca bahwa pendapat yang menyatakan sebuah penyakit dapat diobati dengan tepat dan lebih efektif dengan pendekatan model holistik saja sama kelirunya dengan pendapat sekarang yang dominan menyatakan bahwa hasil terapetik yang dipercaya dapat dicapai hanya dengan menggunakan definisi kimia, dan isolasi kimia. Gambaran klinis itu sendiri menentukan mana dari kemungkinan-kemungkinan tersebut yang menjadi pilihan terapetik yang terbaik.

Sejarah Fitoterapi

Istilah fitoterapi diperkenalkan oleh seorang dokter dari Perancis, bernama Henry Leclerc (1870-1955). Banyak tulisannya berisi tentang tanaman obat yang sebagian besar diterbitkan oleh jurnal kedokteran perancis yang terkemuka, yaitu „La Presse medicale“.

Asal-usul istilah obat-obat herbal dikenal lebih dahulu dari pada fitoterapi. Sebuah sistem pengobatan yang bersal dari ribuan tahun lalu ditemukan. Beberapa contohnya adalah sistem pengobatan China, Tibet, dan Ayurveda dari India. Demikian juga ahli pengobatan dari suku-suku asli di Afrika, Amerika utara, Amerika Selatan, dan suku-suku dipesisir laut mennggunakan tanaman dalam setiap pengobatannya. Beberapa dari tanaman tersebut sekarang banyak digunakan sebagai standar dalam fitoterapi modern, contohnya Echinacea purpurea dan Harpagonium procumbens. Ahli pengobatan dan pendeta pada masa Mesir dan Yunani kuno, Galen dan Hildegard von Bingen yang menjadi ahli pengobatan Kaisar Romawi Marcus Aurelius, serta Paracelcus, ahli pengobatan terkenal, mereka semua dapat mengenali tanaman-tanaman obat yang mempunyai potensi untuk mengobati penyakit serta dapat menggabungkannya sehingga dapat berfungsi sehingga dapat berfungsi terapetik. Ahli pengobatan terkenal pada abad ke 19 seperti Christoph Wilhelm von Hufeland dan Carl Gustav Carus, serta Pendeta Sebastian Kneipp secara teratur menggunakan tanaman obat. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan kedokteran modern, kebanyakan indikasi yang disebutkan dalam tulisan-tulisan peninggalan jaman pertengahan maupun masa sebelumnya dinilai tidak spesifik, tidak ilmiah, dan tidak jelas karena ketidakmampuan kita saat ini untuk memahami kapasitas pemikiran pada masa lalu. Pada masa lalu, para ilmuwan memiliki pandangan yang berbeda mengenai hubungan antara penyakit, manusia, alam, dan kosmos dibandingkan dengan praktek ilmu kedokteran pada abad ke 20.

Fitoterapi adalah allopathy, sehingga harus dibedakan dari istilah Homeopati (diperkenalkan oleh Samuel Christian Hahnemann tahun 1755-1843).Homeopati sering mengkhususkan pada penggunaan sebuah tanaman untuk mengobati indikasi yang berbeda-beda yang sebernarnya dalam istilah fitoterapi digunakan untuk indikasi yang lain.

Pada masa kebangkitan Fitoterapi Jerman, fitoterapi mengalami kejayaan dengan diamandemennya German Drug Act (Arzneimittelgesets) yang mulai berefek pada 1 Januari 1978 dan semenjak itu terus diamandemen dan ditambah. Sistem pluralisme ini menerima kedokteran modern dan mengklasifikasikan fitoterapi sebagai bagian dari sekolah khusus mengenai terapi. Ilmu fitoterapi mengalami transisi dari pengobatan kuno ke arah pengobatan modern, salah satu pelopornya adalah Rudolf Fritz Weiss (1895-1992), yaitu salah satu pendiri German Phytotherapy. Seumur hidupnya, Weiss mempromosikan penggunaan fitoterapi. Salah satu bukunya berjudul Lehrbuch der Phytotherapie diterbitkan pada tahun 1944.

Kebangkitan fitoterapi juga mendapat bantuan dari kalangan ahli farmasetik di universitas-universitas Jerman, sekalipun tindakan ini mendapatkan resiko diskrimnasi. Mereka melakukan pengujian terhadap tanaman obat dibawah ilmu farmasetik dan farmakologi serta kondisi pengujian klinis yang modern. Pada bayak kasus, para ahli farmasetik ini melewati berbagai batasan, terkadang mereka memberikan nasehat maupun resep kepada pasien sekalipun mereka tidak mempunyai kewenangan mengobati pasien.

Sejarah fitoterapi berhubungan erat dengan sejarah kedokteran modern yang mulai berkembang pada pertengahan abad ke 19 dan sejak itu mendefinisikan diri sistem pengobatan yang berorientasi ilmiah.

Ilmu Pengobatan Herbal

Fitokimia hanyalah salah satu cabang dari herbal medicine. Pengetahuan tentang harbal medicine itu meliputi Fitokimia, Fitofarmasi, Fitofarmakologi, dan Fitoterapi.

Fitokimia

Adalah studi tentang kimia tumbuhan. Tujuannya adalah mengidentifikasi komposisi kimia tumbuhan ciri-ciri spesifiknya, dan memberikan gambaran tentang konstituen2 kimia dengan efek yang mungkin menarik secara farmakologi.

Fitofarmasi

Fitofarmasi terutama berkaitan dengan preparasi obat2 alami. Obat2 tersebut digunakan dalam bentuk aslinya, juga dalam bentuk kemasan tea, maupun dalam bentuk preparat yang telah diolah ( tinctur). Farmakognosi merupakan cabang penting dalam fitofarmasi yang berkaitan dengan identifikasi obat2 alami. Pada awalnya ahli farmakognosi mengidentifikasi tumbuhan berdasarkan penampakannya, raba, rasa, dan bau. Walaupun metode semacam itu masih penting sebagai element2 pengujian modern untuk identifikasi dan qualitynya, identifikasi obat sekarang diarahkan menggunakan metode pengujian fisiko kimia yang spesifik.

Fitofarmakologi

Studi fitofarmakologi hanyalah mengawali perkembangan sebagai cabang ilmu kedokteran di sekolah2 kedokteran. Walaupun banyak ahli farmakologi terkait dengan konstituen2 kimia tanaman, dengan kerja keras melakukan tugas khusus meginvestigasi farmakokinetik dan farmakodinamiknya dari komleksitas kimia tumbuhan. Filosofi dan pendekatan klausul ini secara nyata menghalangi pencapaian sebuah logika dalam berfikir. Banyak orang tidak menyadari arti pentingnya farmakologi klinik terhadap perkiraan efikasi obat herbal. Obat2 alami yang secara umum cendrung multi efek harus dilakukan pengujian pada manusia. Adalah lebih sulit memperluas/transformasi hasil penelitan natural drugs pada hewan terhadap manusia dibandingakan dengan senyawa kimia sintetis

Fitoterapi

Fitoterapi adalah cabang keempat obat2 herbal yang menggambarkan potensi dan batasan obat2 herba dalam megobati penyakit manusia. Ilmu Fitoteroi dan terkhusus scientific aspects dipraktekkan oleh dokter2 terlatih dalam herbalism. Banyak praktisi non medis seperti naturopath, fisioterapistn dan pemerhati kesehatan lainnya juga dilatih dalam herbalism. Sejumlah obat obat2 herbal dapat direkomendasikan untuk penggunakan sendiri bagi praktisi tersebut khusunya dalam usaha2 pencegahan obat. Tak kurang dari itu ahli farmasetik menggunakan untuk pengonatan seharusnya dibuktikan terlebih dahulu oleh para ahli.

Nomenclatur obat herbal

Deskripsi singkat dari nomenclatur obat2 herbal akan dijelaskan berikut. Herbal medicine atau yang juga dikenal dengan “Phytopaharmaceutical atau Herbal drug.” Weiss lebih menyukai istilah terakhir. Dia juga membedakan powerfull (forte) dan gentle (mite) obat2 herbal. Penulis2 lain telah mengadopsi praktek yang sama atas pembedaan antara phytopharmaceutical dengan efek yang lemah dan kuat. Terakhir kedua istilah sama satu sama lain dan dapat dipertukarkan. Istilah “phytomedicine” juga telah diajukan Eurepean Union (UE) dan European Scintific Cooperative for Phytotherapy (ESCOP) dengan bahasa kerja mereka bahasa Inggris. Istilah ini akan menyesatkan sebab obat2 penyakit tanaman memiliki nama/ istilah yang sama. Diskusi tentang nama yang cocok atau nama yang terbaik mungkin akan terus berlanjut sementara. Kami menyarankan menggunakan istilah “herbal drugs.”

Meskipun demikian perbedaan yang dibuat oleh Weiss antara powerful dan gentle herbal deugs tidak ada sisa penentangan. Beberapa medical plants seperti nightshades dan bentuk glikosida tanaman Digitalis convallaria adalah tentunya sangat beracun. Efek metabolik obat2 ini atas tubuh lebih akut dan agresif ketimbang obat2 yang mengandung tanin dan terutama flavonoid. Hal ini mungkin sisa lebih tinggi kekhususan pada efek(toxin? dan kemudian efikasinya, tetapi belum ada penelitian yang fundamental. Maksud indikasi dan pengumpulan antara tanaman obat dan tubuh manusia secara fundamental ditentukan oleh hasil konfrontasi antara 2 ahli farmakodinamik. Efek dan efikasi suatu obat kadang2 lebih lemah dan kadang2 lebih kuat, walaupun tidak ada peraturan absolut terhadap hal ini dapat ditentukan. Adalah keniscayaan lebih baik mengkalsifikasikan obat herbal berdasarkan range therapeutic, yaitu ada yang luas dan ada pula yang sempit range therapeutiknya. Hubungandosis dan efek seharusnya juga dijadikan pertimbangan terutama pada penyakit yang diderita anak2 dan kaum manula.

Apakah Fitoterapi Merupakan Bagian Khusus Pada Pengobatan?

Pertanyaan ini harus dijawab dengan jawaban “ya dan tidak”. Paling mewakili saat ini bahwa fitoterapi diklasifikasikan sebagai suatu cabang ilmu yang beroriantasi pada pengobatan modern (pengobatan ilmiah) pendapat ini disebabkan karena obat herbal juga diuji dengan pengujian yang sama seperti yang digunakan pada obat sintesis. Tidak ada pertanyaan bahwa fitoterapi harus termasuk sebagai suatu bagian inte­gral dari pengobata modern. Berlawanan dengan sistem pengobatan yang khusus, seperti homeopathy dan anthrcposophi, fitoterapi tidak memiliki suatu dasar khusus atau metodologi ilmiah tertentu (Fintelmann). Kebanyankan indikasi fitoterapi; bersumber dari pengalaman penggunaam obat herbal yang abad dan beribu-ribu tahun. Kami masih tidak mengerti bagaimana para tabib memperoleh pengalaman mereka, akan tetapi mereka menentukan tanam-tumbuhan yang berkhasiat sebagian besar sesuai dengan apa yang kita ketahui saat ini. Goethe dengan intensif mempelajarinya, mengusulkan dan mempraktekkan metode unik dalam mempelajari tumbuhan. Ia menamakan hal ini “persepsi empiris, ” yang mengacu pada kemampuan dalam mengembangkan satu tumbuhan tanpa keraguan, dengan demikian menjadi mau menerima “pesan dari tumbuhan”. Friedrich schiller (1759-1805) membantah pendapat Kantian yang menyatakan bahwa fitoterapi merupakan pengobatan yang ilmiah, Goethe berpendapat bahwa metode ini timbul dari persepsi indrawi. Weis membuat pertentangan pendapat ini semakin jelas dengan menyatakan bahwa tumbuhan dan pengetahuan tentangnya merupakan bagian yang menentukan keberhasilan pengobatan. Ini menjelaskan bahwa tumbuhan obat merupakan “teman dan kepercayaan”. Konsep metafisis ini masih sempit dalam ilmu pengetahuan medis karena terbatas hanya pada tumbuhan itu saja. Ilmuwan percaya bahwa segi nonmaterial dalam pengobatan harus dihapus. Akan tetapi, sebagian dari wakil utama ilmu pengetahuan medis di abad 20 tidak menerima pemisahan dari teori pengalaman dan ilmu pengetahuan seperti saat ini. Martini menyata pengobatan yang telah berabad-abad yang merupakan pengetahuan terapi empiris adalah “pengetahuan nyata” dan dianggap sepadan dengan farmakologi yang bersifat eksprimental. Heidelberg menyatakan:

intuisi dan ilmu pengetahuan tidak bertentangan. Bagian dari diagnosa medis dan terapi memerlukan empati dan simpati dengan kepasienan. Akan tetapi pengobatan didasari oleh perasaan. Hal ini berbahaya; dokter harus mengakui kenyataan ini dan mengubahnya.

Jika ilmu pengetahuan medis mengembangkan ilmu pengetahuan tentang manusia, ini secara mutlak bahwa aspek pokok yang mendasari filsafat di ambil sebagai sesuatu yang berhubungan pada analisis ilmu pengetahuan semata-mata. Tumbuhan digunakan sebagai obat herbal mungkin baik sekali dan berperan penting dalam proses ini. Weis menunjukkan rangkaian pengobatan selama 3000 tahun yang lalu sesuai dengan naskah pada asclepic thessalia. Salah satu perwujudan dari pengobatan kuno:

Pertama doa

Kemudian ramuan dedaunan

Lalu pisau.

Weis memodifikasi pepatah ini setelah kedatangan obat sintesis baru. Saran dia sebagai berikut:

Pertama doa

Kemudian obat herbal

Kemudian obat sintesis

Dan terakhir pisau.

Kedua hal diatas menunjukkan bahwa matra adalah hal yang pertama dalam terapi. ertama-tama, perbedaan dibuat diantara pengetahun ilmiah yang ‘diam’ dan pengobatan alternative yang ‘berbicara’. g Hal yang kedua, ini menyiratkan itu ” obat yang berbicara” harus dinilai lebih tinggi daripada pengobatan pertama (doa), yang tentunya tidak mencerminkan oleh penggunaan biaya yang di jerman dan negara lain. Laku kerasnya pada penjualan obat modern, juga tak menjadikan doa yang fokus pada umat kristiani menjadi menurun, hal ini dapat dipahami karena adanya dominasi pada perbedaan pandangan masing-masing pihak. Weiss menerangkan hal ini sebagaimana perkataannya berikut ini :

Khususnya di waktu sekarang ini, adanya penekanan bahwa doa datang pertama kali disetiap usaha pengobatan. Pada saat ini banyak orang kembali sadar akan hal ini. Doa dapat unsur penyembuh pertama yang mengambil efek di jiwa. Dari sini, hal ini menjadi penting untuk memperoleh efek pada keadaan fisik. Ilmu pengetahuan baru psvchosomafic telah lagi membuat cerah ini. Doa dengan tepat berbicara, penyembuh bertenaga dengan efek dan cakupan yang jauh lebih besar daripada pemahaman manusia yang berpikiran materialistik. Jika kekuatan doa dikombinasikan dengan pengobatan intesif dari dokter-patient dengan dikusi intensif bersama-sama dalam usaha obat herbal, maka akan memperoleh bentuk ideal metode penyembuhan mayoritas penyakit. Ini utamanya diterapkan pada suatu kasus pengalaman dokter pribadi yang melihat pengobatan sehari-hari. Hal ini memberikan titk terang pada pengobatan ilmujiwa, dokter harus juga mengingat kenyataan dasar ini. Pencapaian khusus fitoterapi sungguh ke perhatian pada unsur penyembuahn secara rohani dan jadi mengatasi akan hilanghnya satu sisi dari sietem pengobatan secara kimiawi. Kita harus menemukan hukum rohani ” diantara kedua sisi ini dan itu” dan kedepannya pertetangan analisis anatara doa dan pengobatan kimia tidak ada lagi. Pengobatan nantinya akan lebih terdefenisi, dapat diterapkan, dan yang biasanya monocausal harus dilengkapi oleh kemanjuran pengobatan menyentuh sendiri seluruhan tentang tingkatan (jasmani, jiwa, rohani).

Bukti Kemanjuran Obat Herbal

Beberapa isu di dalam bidang pengobatan secara inten­sif dan secara kontroversial dibahas dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, sekalipun sejaun ini tanpa hasil defini­tif, pertanyaan sebagai bukti kemanjuran obat herbal. Kepercayaan dogmatis secara ekslusif dan acak; secara secara ilmiah telah dipelajari oleh Kienle (1977) dan yang lainnya tetapi tidak pernah diakui. Kienle (1994) meninjau kembali dimensi epistemologinya. lmuwan berusaha menilai secara in­dividual mengisoslasi efek kimia dalam terapi sementara menghapuskan semua potensi lain yang mempengaruhi. Mereka berusaha menentukan scara objec­tif efek yang bersifat obat. Adanya fenomena placebo secara ilmiah telah terbukti, karena kita masih tidak dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya efek placebo terjadi. Mencoba menggunakan keabsahan pengetahuan medis untuk memperoleh pengalaman praktis secara ilmiah tidak dapat diterima. Apakah anda tahu beberapa pasien ingin diperlakukan oleh dokter dengan tidak ada pengalaman apapun juga? Siapapun mempunyai pengetahuan dasarkan yang wajib untuk menemukan percobaan double-blind? Abraham lincoln sekali waktu mengatakan, ” kamu dapat menipu sebagian orang sepanjang waktu dan semua orang pada waktu tertentu, tetapi kamu tidak bisa menipu semua orang sepanjang waktu waktu.” Apabila didekatakan pada terminologi farmakoterapi ini berarti: jika obat telah digunakan sepanjang waktu, berkali-kali ditanyakan pada pasien dan dockter, dengan satu asumsi bahwa ini efektif, bahkan tanpa studi double-blind.

Sementara Jerman bertindak mempersiapkan obat baru, komite mempersiapkan perundang-undangannya (komite untuk kesejahteraan pemuda, keluarga dan kesehatan) menyatakan dalam laporan nya 28 april 1976:

Ini pendapat suara bulat komite bahwa itu tidak bisa dan seharusnya hal ini bukan tugas dari pembuat undang-undang mengangkat salah satu dari dua sistem yang bersaing untuk mengendalikan ” arah kebijakan” hanya pada satu sisi metode pembuktian khasiat obat, jadi membuat ini standar ekslusif untuk otorisasi obat. Sebaliknya, sementara mempersiapkan resolusi persyaratan otorisasi obat dan, khususnya, persyaratan untuk bukti kemanjuran obat, Komite Penentu menuntun kepada falsafah politis bahwa ada pluralisme ilmiah harus yang jelas mencerminkan di perundang-undangan di otorisasi penggunaan obat.

Ini terlihat jelas pada pasal 26 (2), ayat 2 aksi obat negara jerman , yang dideklarasika sebagai pengetahuan medis empiris itu yang telah dinalisis secara ilmiah. Sejalan dengan pasal 25 (6) dan (7), komisi menetapkan evaluasi kembali berkas surat otorisasi untuk obat yang mempunyai telah hukum hak pemasaran pada saat itu mulai berlaku dan, yang paling penting, memuat proses data ilmiah sebagai bukti, pada pasal 22 (3) dan23 (3), ayat 2 komisi bertanggung jawab untuk otorisasi dan memproses obat herbal untuk manusia, sekolah farmasi, dan kelompok zat (sekarang disebut komisi E) dengan demikian telah berdir. Pertemuan resmi pertama mereka pada musim semi 1978. Komisi E, para anggota bekerja untuk 3 tahun, telah aktif sejak awal dibentuknya. Semua temuannya telah diringkas pada riset laporan tertulis dan dipublikasikan oleh pemerintah federal Gazette Jerman (Bundesanzeiger). Pada tahun 1978 legisla­tor menetapkan 12 tahun masa peralihan untuk penyelenggaraan kebijakan obat baru jerman, yang kadaluarsa di 1990. Dalam kaitan dengan keadaan seperti ini tidak mungkin memproses semua pertanyaan yang bertalian dengan otorisasi obat. Sesungguhnya, hanya bagian kecil obat yang memberi hak dan menjual sebelum perundang-undangan baru telah dievalusi kembali dan memberi hak seturut untuk kri­teria baru. Banyak pabrikan telah memodifikasi produk mereka supaya selaras dengan dengan kebijakan yang ditetapkan di komisi E mono­graph untuk memperoleh otorisasi mereka.

Obat baru jerman bertindak sebagai titik balik untuk fitoterapi, dan ini barangkali ditandai oleh kelahiran dari sekolah terapi modern untuk memenuhi kriteria ilmiah modern. Sedangkan dengan susah pengetahuan tentang fitoterapi kembali pada tahun 1978 , ketika obat herbal digunakan oleh hanya sedikit dokter, gambaran ini secara total berubah hari ini. Fitoterapi dan obat herbal sekarang merupakan bagian integral dari obat modern. Mereka menemukan banyak penerimaan yang lebih luas oleh kalayak ramai dan dokter praktek. Ini menunjukkan bahwa semakin besar kesadaran akan resiko dan pembatasan dari obat sintesis modern, khususnya bila digunakan untuk pengobatan kronis macam-macam penyakit.

Bertalian dengan pembuktian kemanjuran obat dan terapi, komisi E mewujudkan dari awal bahwa obat herbal dapat tidak dapat diterima dari satu sisi kriteria yang telah menjadi standard untuk uji dan analisis statistik obat sintetik. Komisi meletakkan tugas kepada pembuat undang-undang dan menganggap pengalaman medis dengan penggunaan herbal sebagai pengetahuan yang sah. Komisi E menetapkan lima kriteria asasi untuk bukti kemanjuran obat herbal, yang harus dengan jelas terbukti atau menunjukkan ef­ek dan efektivitas obat:

1. Dimuat artikel, pedoman, dan atau buku teks yang diterbitkan oleh institusi ternama

atau

2. Dalam pengontrolan dengan menggunakan pembandingan zat percobaan dengan efek

placebo; atau

3. Pada pengujian ditemukan bukti yang sama pada kasus percobaan klinis tidak cukup

untuk pengeluaran autori­sation rekomendasi; atau

4. Melalui kepatuhan secara ilmiah mengumpulkan dan menganalisis data; atau

5. Pungujian meyakinkan adanya temuan atau pengamatan yang berguna sebagai

tambahan atau penandaan dalam keadaan penggunaan empiris secara sendiri tidak

cukup untuk rekomendasi suatu otorisasi.

Semua data ilmiah tersedia dapat yang diakses oleh ahli dan mengevaluasi di komite seksi ditugaskan oleh komisi. Data kemudian dibahas dalam pertemuan-pertemuan yang memiliki kekuasaan mutlak dan memutuskan atas hasil pembahasan yang telah dilakukan. Setelah prepublikasi dari mono­graf, komisi harus melakukan sesi pembahan yang baru sebelum laporan riset tertulis dapat diterima. Laporan riset tertulis kemudian dikirim ke kantor kesehat federal di Jer­man untuk penerbitan di lembaran berita pemerintah federal. Sekarang ada 250 mono­graf dari tumbuhan secara individu dan secara kombinasi, sebagian telah ditinjau kembali dan disuaikan dengan temuan terakhir. Mayoritas obat herbal yang dievaluasi menerima rat­ing positif, tetapi sebagian juga menerima rating negatif (” monografi negatif” ) jika tubuh secara empiris menemukan bukti ketidakmanjuran dari obat herbal. Monografi negatif juga dikeluarkan jika resiko berasosiasi dan menimbulkan sifat beracun. Dalam beberapa hal, tumbuhan secara relatif hanya memiliki resiko kecil seperti adanya serangga kecil pada tumbuhan obat.

Kita akan harus menemukan jalan baru untuk membuktikan khasiat akan tumbuhan obat. Pemecahan masalah secara tetap dikeluarkan, sebagai contoh, itu dengan Davie yang menyebut prosedurnya sebagai “metode delphian”, karena ini sesuai dengan metode yang dilakukan oleh pendeta Delphian di Yunani kuno. Keistimewaan utama metode ini bahwa tubuh dapat memperolah bukti dari khasiat tumbuhan obat, termasuk bahan mengenai kepustakaan, langkah pertama dengan menyampaikan hasil penilaian 3 orang yang tidak mengenal satu sama lain dan juga tidak mengenal semua peserta yang lain kecuali markas besar pusat. Markas besar menerima evaluasi, mengumpulkan hasil pengamatan mereka tanpa memberikan nama, dan dikirim hasilnya ketiga penilai yang lain. Kemudian mereka mengembalikan hasil penilaiannya, otoritas kekuasaan dapat menentukan apakah ada pendapat suara bulat atau pendapat yang mayoritas. Pada kasus ini , pengujian dapat dinyatakan selesai. Selain itu, dokumen distribusi dan prosedur penilaian harus diulangi. Di Amerika Serikat, ada 12 siklus penilaian, dan dari total 14 yang diinginkan. Proses akhirnya menentukan ke arah positif atau negatif yang secara resmi diakui.

Komisi E juga bekerja mempersiapkan monografi. Rekomendasi dari ahli yang independen meninjau semua kepustakaan yang dibicarakan pada subkomisi kecil terdiri atas para anggota komisi, dan hasil akhir terkumpul dalam naskah momografi. Naskah ini didiskusikan kembali pada pertemuan-pertemuan otoritas mutlak dan akhirnya melewati dan proses cetak sebagai naskah prapubliaksi.Semua anggota komite kemudian punya peluang membuat komentar di naskah dan menyarankan penghilangan, tambahan, dan perubahan yang, pada gilirannya, harus diproses oleh subkomisi, dan dipresentasikan dalam pembahasan pada pertemuan komisi. Baru setelah itu mono­graph dapat diterima dan diterbitkan dalam Gazette Federal.

Ini menunjukkan sebuah cara baru dalam menetapkan bukti kemanjuran ditentukan suatu bahan obat herbal ditemukan dan diterima. Pengujian yang terkontrol tentunya akan mengingatakan kita akan pentingnya masalah pokok ini. Kasus yang didokumentasikan secara baik akan dipelajari kembali untuk memecahkan kasus adanya efek samping tidak menyenangkan. Ini sebenarnya tak mungkin dilakukan adalam skala luas, studi kasus yang terkontrol dari penyakit jarang terjadi. Pada kasus ini, hanya ada satu terapi standar yang digunakan sebagai pembanding. Selanjutnya pembahansan meningkat pada komisi etik, hal ini penting menyadari bahwa pada kenyataannya, terapi hampir tidak pernah terdiri dari obat tunggal atau prosedur tunggal. Konsep pengobatan lebih luas digunakan di mayoritas kasus. Hal ini telah menuntun kepada pengembangan yang baru belajar desain, yang disebut ” outcome study” yang dikembangkan di AS. Pada rancangan percobaan ini, ada konsep yang berbeda dalam pengobatan termasuk dalam pengujian dan tingkat penerimaan. Sekarang jerman mulai tertarik dengan prosedur ini.

Satu hal utama yang menjadikan masalah ini jelas bahwa penilaian dan penerimaan terapi tidak semata-mata ditemukan oleh temuan ilmiah. Komponen manusia juga berperan dalam mengambil bagian

Penemuan vs Perasaan

Satu yang menjadi pusat permasalahan di fitoterapi adanya fakta bahwa penilaian kemanjuran berdasarkan pada temuan obyektif dan tidak mengacu kepada potensi dan realitas dari obat herbal. Berlawanan dengan fitoterapi sering ditununtut bahwa obat herbal hanya mampu memperbaiki keluhan subyektif. Hal yang demikian bersifat merugikan dan diskriminatif, menunjukkan bahwa ilmuwan ini tidak dapat memahami kenyataan penderitaan sakit secara in­dividual. Ini prasangka ideologis sebuah dogma dari ilmu pengpobatan yang bertanggung jawab terhadap penilaian terapi, yang terbatas pada tingkat temuan secara obyektif yang dapat dibuktikan. Pengalaman sehari-hari, seorang dokter terus menerus mengamati bahwa pasien memiliki banyak pandangan yang bersifat keluhan subjektif dan menderita penyakit jauh lebih banyak dari kenyataannya. Meskipun obat modern telah berhasil membuat suatu peningkatan pengobatan jumlah penyakit pada pasien secara obyektif dan tingkat penerimaan pada terapi dasar ini, pasien sering juga berkonsultasi dengandokter lainnya atau praktisi nonmedis yang memberikan pelayanan Cuma-Cuma terhadap keluhannya. Pasien dengan pandangan kesehatan secara alami mau mengembalikan kesehatan mereka secara sub­jectif yang berimplemetasi kepada gejala klinis yang mereka alami. Caranya cukupn aneh, bahkan praktisi dari ilmu pengetahuan medis telah mengkritik penemuan terapi obyektif efek kosmetik. Ambil sebagai contoh glucocorticosteroid untuk pengobatan hepatitis kronis. Meskipun perbaikan secara dramatis transaminase meningkat dapat dicapai melalui terapi glucocorticosteroid, sebenarnya penyakit berasal dari proses destruktif radang hati kronis tidak menunjukkan adanya perbaikan, sebagaimana yang diperoleh dari hasil percobaan morfologi­, bahkan secara dramatis memperburuk penyakit dalam beberapa hal. ini disebut” whitewash effect ” termasuk terapi cortisone yang menjadi terapi pada he­patitis kronis punya sekarang tidak lagi digunakan.

Hanya 30 tahun yang lalu, para antropologi medis semestinya mengakui pentingnya penilaian sehat subyektif pasien tanpa mengabaikan temuan obyektif tubuh. ambil, untuk contoh, Heidelberg seorang klinisi di Plugge (1962) menulis:

Meskipun setiap konsultasi dengan dokter dimulai dengan pasien menggambarkan kesehatan subyektifnya yang merupakan perwujudan dari pengalaman tubuhnya, dan meskipun ini adalah unsur pokok konsultasi dokter-pasien, teori sehat subyektif secara total menutupi kekurangan terapi obat. Keluhan sub­jektif pada pasien merupakan jalan ke dokter untuk memberikan diagnostik dan, hal ini bentuk integral dari terapi. Keluhan subjecktif diposisikan diantara dokter dan temuan klinis yang obyektif serta pelayanan sebagai perantara kepada pasien, dalam banyak kasus, sebagai pangkal permasalahan pada hubungan ini. Meskipun ini lebih menarik dan peranan dominan persepsi sehat secara in­dividual, konsep ini kita sebut sehat itu subyektif. Semua ini masih cukup kuat dalam peranannya kepada usaha pengobatan. Selain itu dokter tidak tertarik pada teori subyektif sehat, yang secara alami teori merupakan bentuk ‘mind-body’ . Ini ada kaitannya dengan pengobatan seperti sekarang. Kita menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tentang perasaan subyektif pasien, karena kita dengan segera memulai mencari alasan mengapa pasien memiliki perasaan demikian dan fokus di aspek ini sendiri. Kita menganggap penemuan ob­jektif sebagai “hal nyata” yang paling utama. Temuan obyektif dinilai sebagai kebenaran. Kita berpikir bahwa perasaan subjec­tif dapat menyesatkan, sedangkan temuan klinis tidak bisa. Temuan obyektif adalah substrate dari ilmu pengetahuan medis, sedangkan sisi subyektif tidak memiliki kemampuan dalam arti yang pokok. Seorang idealis boleh atau bahkan mengatakan bahwa tidak penting.

Keabsahan pernyataan ini tidak akan berubah, sekalipun ilmu pengetahuan medis sekarang menjadi sadar akan fakta bahwa dimensi sehat subyektif tidak bisa lagi diabaikan, terutama di pada diagnos­a medis dan terapi. Ada kebangkitan kesadaran akan kualitas hidup selama terapi, terutama di pada pasian di bidang oncologi.

Jika ditanya apa yang keuntungan khusus obat herbal, kita dapat sedikitnya merumuskan hipotesa praktis dari pengalaman kita sendiri, dimana keadaan sehat subyektif (befindlichkeit) dalam masalah ini, keadaan sehat subyektif adalah ekspresi subyektif secara keseluruhan, yang pada kasus yang ideal disamakan dengan kesejahteraan. Perasaan subyektif (befinden) disisi lainnua, seperti keluhan in­dividual, kesakitan lokal, perasaan pada perut, kurang nyaman, susah buang air kecil, dan lain-lain.

Gambar 1 menjelaskan secara menyeluruh tentang pandangan in­dividual yang berfungsi keseluruhan, dan bagaimana hubungan anatar temuan obyektif dengan perasaan subyektif. Temuan obyektif dibangun dari analitis mental yang menggambar kesimpulan tentang bagiannya secara keseluruhan dan mencari pengetahuan yang berbeda dengan terus menerus.

1. Indikasi di mana obat herbal digunakan dalam pengobatan (tidak ada alternatif pengobatan

obat sintesis), seperti hepatotoksik,jantung, pikun, kanker prostat.

2. Indikasi di mana obat herbal dapat digunakan sebagai suatu alternatif selain obat sintesis,

seperti Perasaan risauan/ dipres­i reaktif, ganguan pencernaan (dyspepsia),

infeksisalurankencing yang tidak spesifik

3. Indikasi dimana obat herbal dapat digunakan sebagai suatu pengobatan tambahan pada terapi

dasar,seperti adjuvant terapi hati, dan penyakit saluran nafas.

4. Indikasi dimana obat herbal akan tak perlu (kontraindikasi), karena mereka akan menghalangi

atau bertentangan dengan terapi rasional pada obat sintesis.

Tabel 1 Kategori pengobatan untuk peggunaan obat herbal (V. Fintelmann, H. G. Menben, C. P. Sieger: Phytoterapi Manual, 2nd ed, Hippokrates Verlag, Stuttgart, 1993)

diantara keduanya. Perasaan subyektif selalu berkeinginan untuk manyatukan cara berpikir yang langsung fokus pada gejala sebagai suatu ekspresi sendiri secara keseluruhan. Perasaan subjec­tive merupakan ekspresi subjektif dan biasanya tidak dapat dibuktikan, tetapi dapat hanya dijelaskan dan dimengerti. Beberapa penyakit didominasi oleh temuan obyektif. Sebagai contoh, hiper­tensi atau asymptomatic hypercholesterinemia, yang mungkin tidak bersesuaian dengan perasaan subyektif seseorang. Demikan pula dengan penyakit lain, seperti sakit kepala, migren, merupakan keluhan subyektif dan tidak sesuai dengan penemuan yang objektif . Keduanya merupakan proses satuan penyakit yang nosological, dan tak seorangpun yang mampu menentukan mana diantaranya yang lebih benar, lebih dapat dikenali, atau lebih nyata dari segi pandangan ilmiah. Kebanyakan penyakit, bagaimanapun merupakan gabungan dari keluhan subyektif dan berkenaan dengan dengan ditemukannya perubahan patologis.

Seseorang dapat mengira bahwa obat herbal secara umum mempengaruhi keadaan kesehatan secara subyektif, sejak mereka berinteraksi dengan sistem pengaturan endogen, dengan demikian merupakan salah satu pengganti yang mampu mereka gunakan. Dalam masalah ini, obat utama bekerja dengan (menyembuhkan) tubuh, sedangkan obat yang bekerja pada tingkat temuan obyektif dalam bekerja melawan tubuh. Inilah alasan kenapa banyak obat modern kami disebut antidiabetes, antihipertensi, anridepressan, dan lain-lain. Hendaknya kita tidak menyalahartikan pilihan kata ini dengan maksud membuat satu pilihan akan tetapi memunculkan banyak pengertian, smentara indikasi lain tak memuaskan, tetapi tetap dianggap perlu. Ini persis dalam posisi yang secara langsung berfungsi keseluruhan, dokter disaat ini harus meninggalkan kebiasaan “salah satu ini atau itu” dan menggantinya dengan ” keduanya ini dan itu” satu, karena mustahil memahami kenyataan in­dividual di obat tanpa mempertimbangkan kedaan obyektif dan subyektif. Ada banyak kasus dimana obat dengan efek immediare dan lengkap diinginkan. Obat-obat darurat dan pengobatan intensif sebagai contohnya.

Perbedaan à Prinsip Aktif Isolasi

(analisis)

Aksi à Gejala

Penemuan Objektif

Keluhan Subjektif

Aksi à Regulasi/pesanan

Kombinasi Tumbuhan Obat Holistik (menyeluruh)

(Sintesis) (Obat herbal)

Gambar 1. Pandangan Menyeluruh Pasien Dari Sudut Pandang Objektif dan Subjektifnya

Bagaimapun juga, kebanyakan penyakit, khususnya penyakit kronis atau sekumpulan penyakit ringan yang disebut perasaan tak nyaman adalah sekumpulan kompenen yang subjec­tif. Dalam masalah ini, kelainan fungsi fisik tidak bisa diperbaiki sampai pasien telah mengalami penyembuahan secara subjektif. Salah satu hal yang menarik dan bahkan merupakan pengamatan yang menarik dibuat oleh dokter yang berperan dalam fitoterapi menemukan hubungan yang tetap diantara pemulihan keluhan subyektif utama dan normalisasi temuan obyektif. Sebagai pengganti, ada penyimpangan waktu sebelum pemulihan dari temuan obyektif terjadi. Hipotesa ini menjadikan adanya pembahan yang lebih menyeluruh.

Adanya hubungan antara temuan obyektif dan perasaan subyektif memerlukan penggunaan obat yang berbeda, yang harus dipilih menurut komponen yang pada suatu penyakit. Beberapa penyakit memerlukan pengobatan ekslusif dari obat sintesis, sedangkan penyakit yang lain berhasil dengan obat herbal saja. Ada penyakit lain di mana keduanya terapi pilihannya menggunakan di kombinasi. Sebagai akonsekwensinya, empat categorieyang berbeda. Sebagaimna yang terdapat pada tabel 1.

Sebagai tambahan terhadap temuan obyektif dan perasaan subyektif, ada dua di­mensi lain yang mengartikan mind-body melihat secara sendiri sebagai berfungsi menyeluruhan, yaitu perasaan dan pikiran yang ada pada saat itu. Penemuan ob­jective menggambarkan dimensi fisikokimia tubuh dan keadaan subyektif sehat sebagian besar adalah ekspresi fungsi tubuh (kehidupan), sedangkan keadaan pikiran adalah dimensi yang berkenaan dengan fackor kejiwaan. Dalam terminologi psikhis dan psikogenis keduanya saat ini telah kurang digunalan.. Banyak hal yang menggambarkan bahwa keadaan ini adalah salahsatu tingkatan kehidupan, tidak secara langsungberasal dari hubungan psikofisik.Hal ini dibentuk dari ekspresi menyeluruh pada keadaan pikiran dan dibedakan sebagai cakrawala keadaan pikiran. Menggunakan istilah” mengubah keadaan pikiran” mengacu pada kondisi yang berkenaan dengan keadaan patologis yang menjadi bukti, akan kebenaran hal ini pada pengobata modern. Harus ada satu metode yang secara obyektif dapat melukiskan wilayah dimensi psikosomatik, hal ini akan ditemukan di endocrinology dan imunologi. Ada alasan baik mengapa dimensi psikoneuroimmunology sekarang secara ilmiah dierima. Tidak saja sangat berorientasi keilmuan akan tetapi dokter akan dapat mencegah sejumlah besar gejala psikogeni yang terjadi pada penyakit endokrin. Sehingga demikan pembaca akan juga menerima analogi diantara keadaan pikiran yang seantiasa selaras satu sama lain. Sebagaimana keterpaduan musik dengan ruangan memerlukan alat yang saling selaras. Ini juga kemudian berlaku organ, sistem organ, dan hubungan fungsi atara organ secara keseluruhan, juga harus dengan bunyi tubuh untuk tetap menjadi sehat dan berfungsi keseluruhan.

Akhirnya, kehadiran pikiran menjelaskan dimensi spritual tubuh. Secara in­dividual manusia mewujudkan keadaan dirinya melalui organ tubuh, kedua hal ini senantiasa mengitari kondisi tubuh itu sendiri. Inilah dimana aspek rohani berfungsi sebagai obat, yang digambarkan Carl Gustav pada abad ke-19, dan ditemukan kembali oleh Rudolf Steiner di abad ke-20. Rangkuman dari pembahasan ini dapat diatakan bahwa jika bukti kemanjuran dari obat sesungguhnya sangat manusiawi dengan adanya dimensi tambahan yang dijelaskan di atas (seperti keadaan sehat subyektif, perasaan dan keberadaan pikiran) harus dinyatakan sebagai tambahan dari temuan obyektif. Masih perlu adanya penelitian pada masa yang akan datang mengenai hal ini.

Fitoterapi Dan Pencegahan

Berkembang berdasarkan persoalan-persoalan kesehatan dan individu lainnya yang berpusat pada obat yang berganti dari pengobatan suatu penyakit menjdi pencegahan penyakit. Alasan ini bukan berarti berdasar pada prinsip pengobatan sebelumnya: pencegahan lebih baik daripada pengobatan, namun lebih berdasarkan fakta bahwa: biaya pengobatan kini semakin membumbung tinggi. Alasan lain adalah dokter semakin menyadari bahwa mendeteksi penyakit lebih dini, sebelum penyakit itu muncul lebih diutamakan sebagai tugas dan etika kedokteran. Oleh karena itu mengobati penyakit sejak dini tentu saja lebih baik daripada sesudah penyakit itu timbul. Strategi pengobatan primer lebih dari 30 tahun yang lalu adalah menunggu penyakit itu berkembang sehingga bisa terbukti secara objektif. Sampai sekarang, dokterpun tidak pernah menayakan secara lebih mendalam penyakit dalam tahap dini yang mungkin bisa saja berhubungan dengan kerusakan fungsi ataukah kecenderungan penyakit yang mungkin berhubungan dengan kondisi kejiwaan seseorang. Dokter sekarang berharap bisa memanfaatkan khasiat herbal sebagai pengobatan holistik modern dari suatu penyakit sebagai bagian dari farmakoterapi terhadap suatu penyakit yang belum nampak atauk dalam tahap dini, , khususnya yang cenderrung berkembang menjadi penyakit kronik dalam suatu pandangan yang lebih baru dan berbeda.

Sulit membedakan arti antara profilaksis dan pencegahan, pun dalam kamus kedokteran. Di dalam buku ini, profilaksis adalah pencegahan dari potensial penyakit sebagai tujuan dari vaksinasi, sebagai contohnya. Prevensi, di sisi lain adalah pencegahan dari penyakit kronik atau penyakit yang timbul dengan pengobatan dini sejak penyakit belum nampak atau dalam tahap dini. Kecenderungan keluarga dan hukum terhadap suatu penyakit juga membenarkan pencegahan.Walaupun masih hipotesis, ini merupakan pendirian kuat saya bahwa penghematan ekonomi secara besar akan tercapai jika ditemukan suatu obat yang dapat digunakan sebagai cara untuk pencegahan penyakit yang lebih efektif. Secara pribadi, berdasarkan pada pengalaman praktek dokter secara ekstensif, saya meyakini bahwa herbal lebih mekanisme tubuh atau tahap proses metabolisme tubuh, atau merangsang efek simptomatik. Pada pencegahan, obat harus ‘menyentuh’ sistem endogenous tubuh pada sistem fisiologis tubuh. Ini dapat dicapai dengan substitusi, stimulan, atau efek sedatif. Herbal merupakan contoh atau model peran untuk memperbaikia elemen tubuh yang malfungsi. Jadi penyembuhan penyakit merupakan ’sentuhan’ terhadap tubuh kita bagaimana elemen-elemen tubuh harus berfungsi sebagaimana mestinya dan menghasilkan suatu interaksi. Suatu seni penyembuhan harus dapat menentukan kapan proses sentuhan memberikan akhir dari tujuan terapi berkelanjutan pada waktu yang tepat. Terapi berkelanjutan yang tidak perlu meningkatkan risiko efek yang tidak diinginkan. Pengalaman dokter kami memperlihatkana bahwa beberapa efek yang tidak diiinginkan, tampaknya tergantung pada penerimaan atau penolakan tubuh terhadap terapi. Ini menjelaskan bahwa tubuh memiliki sistem imun yang potensial untuk membedakan pengobatan yang menguntungkan atau merugikan sebagai tujuan dari pengobatan kimiawi (drug).

Ide-ide yang terpapar pada bab berikut ini akan membuat beberapa pembaca menjadi asing atau kebingungan. Namun, tidak akan ada pemahaman yang benar dan hubungan personal dengan fitoterapi dan herbal jika tidak dikomprehensifkan dengan konsep abstrak yang merupakan komponen utama dari ketajaman perasaan kita terhadap fisiologi dan patologi tubuh manusia.

Dasar Dan Pelatihan Kedokteran Spesialis Fitoterapi

Fitoterapi akan menjadi bagian dari farmakoterapi modern yang diperhitungkan, harus secara rutin menjadi bagian program training kedokteran umum, spesialis dan pasca sarjana. Pengetahuan fitoterapi tidak dapat disampaikan dalam bentuk teori murni. Penyampaian pengetahuan harus berdasarkan pengalaman praktek. Namun, situasi sekarang tidak bisa benar-benar ideal.

Kabar gembira bahwa di Jerman telah diakui “kedokteran Komplementer” termasuk homeophaty. Sayangnya, fitoterapi hanya bagian kecil dari bagian pelatihan dan termasuk pilihan terapi alternatif dari Kedokteran Komplementer. Oleh karena itu, tidak ada pengetahuan luas dari fitoterapi yang sungguh-sunguh dapat disampaikan melalui “kedokteran Komplementer” sekarang ini.

Sekolah kedokteran harus memastikan bahwa pelatihan dapat dilakukan oleh seorang dokter dengan pengalaman praktek bertahun-tahun dengan fitoterapi dan yang mempunyai kemampuan menyampaikan ilmu seni ini. Fitoterapi tidak dapat diajarkan secara teoritik. Oleh karena itu, hanay satu aspek dari fitoterapi misalnya menguraikan tentang efek yang dapat dibuktikan dan didefinisikan secara ilmiiah, yang dapat dipelajari dalam Departemen Farmasi. Efikasi (kemanjuran) terapi komprehensif dari herbal hanya dapat diajarkan oleh herbalis yang berpraktek dan berpengalaman.

Mahasiswa kedokteran harus diperkenalkan pengobatan herbal pada masa-masa koas dan harus menerima obat herbal, termasuk fitokemistri, fitofarmasi, fitofarmakologi dan terakhir fitoterapi. Praktek fitoterapi untuk penyakit yang terseleksi selanjutnya dapat diajarkan selama pendididikan klinis. Pengetahuan ini lebih efektif jika disampaikan disekitar lingkungan rumahsakit. Di masa yang akan datang, tidak ada dokter yang tidak bissa mendapatkan pengetahuan komprehensif potensial dan terbatas dari fitoterapi modern yang mempunyai lisensi untuk praktek kedokteran.

Untuk menjadi praktisi yang profesional dibutuhkan pelatihan fitoterapi spesialisasi dan pascasarjana.

Persoalan penting adalah terwujudnya sektor ini. Banyak pelatihan regional dan nasional yang terwujud sekarang, dan tumbuhnya publikasi fitoterapi secara ilmiah. Berikut adalah teksbooks fitoterapi modern yang dipublikasikan di Jerman dan Eropa

1. Gesellschaft fur Phytotherpie (German Phytotherapy Society) dan publikasi resminya, ‘Zeitschrift fur Phytoterapie’, menggambarkan aspek industri fitoterapi dari sudut medikal terapi dan farmasetikal.
2. Gessellschaft fur Arzneipflanzenforschung (Society for Medicinal Plant Research) dan journalnya “Planta Medica”, Menggambarkan aspek ilmiah dan farmasetikal dari fitoterapi.
3. European Scientific Cooperative for Phytotherapy (ESCOP) berkoordinasi dengan perkumpiulan profesional terapetik berbagai bangsa eropa di tingkat benua Eropa. Publikasi resminya berjudul Phytotelegramm.
4. Zentralverband der Arzte fur Naturheilverfahren (Pusxat asosiasi untuk Dokter-dokter naturopati)
5. Kneipp Society juga mnggambarkan elemen-elemen esensial dari fitoterapi

Banyak suplemen dari teksbook ini. Beberapa yang saya pribadi sukai dan sarankan untuk dapat digunakan tertulis pada bab referensi .

Petunjuk Untuk Meresepkan Tanaman Obat

Fitoterapi memungkinkan penulisan resep secara individual. Kursus pembuatan resep masih menjadi bagian pentung dari pelatihan kedokteran 30 tahun yang lalu, namun farmakoterapi sekarang lebih didomonasi oleh produk-produk farmasetikal yang sudah siap pakai sehingga memungkinkan dokter-dokter muda yang tidak mempunyai skil penulisan resep dapat memanfaatkannya. Dokter akan menyadari bahwa akan lebih bermanfaat jika mereka dapat berkreasi terhadap peresepan mereka sendiri. Pada bab sebelumnya ditegaskan bahwa pengobatan herbal mencakup pengobatan dari seorang dokter terhadap pasiennya lebih secara individual dan oleh karena itu mengubah dari terapi menggunakan regimen yang sama menjadi terapi dengan pendekatan yang kebih individual. Pekerjaan seorang dokter juga menjadi lebih memuaskan ketika pasien merasakan bahwa dokter lebih perhatian terhadap mereka secara individu. Survey dari Institute Forsa untuk Hamburg yang termasyur menunjukkan yang dimuat dalam koran mingguan “Die Woche” menunjukkan 81% dari semua penduduk Jerman berpandangan positif terhadap pengobatan alternatif, dan hanya 10% yang menolak terhadap pengobatan komplementer. Ini menjadi bukti dalam praktek pengobtan dan banyak pasien di rumah sakit yang kemudian menjadi skeptis terhadap obat sintetik dan efek samping dari obat tersebut dan memulai untuk mencoba dengan terapi altyernatif dengan menggunakan herbal. Peresepan yang bebas biaya ala resep makanan juga akan lebih menguntungkan secara ekonomi, sebab diformulasi

dengan rasa yang menggoda, dibuat tincture dsb, yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk-produk yang siap pakai. Ini akan membantu menurunkan biaya resep obat yang khususnya menguntungkan pasien dengan asuransi kesehatan yang terbatas keuangannya untuk pembiayaan resep obat. Berikut adalah petunjuk singkat untuk meresepkan herbal. Dan lagi, sejumlah resep juga akan diberikan pada bab berikutnya pada indikasi spesifik dan herbal yang direkomendasikan.

Efek Tidak Menyenangkan (Efek Samping)

Salah satu hal paling menggelikan tetapi sering didengar; pernyataan tegas bahwa obat herbal tidak berbahaya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat tentang fitoterapi yang menyatakan bahwa obat herbal tidak bisa berbahaya itu, ” karena mereka tidak mempunyai beberapa efek. ” banyak ahli dari fitoterapi juga menekankan akan bahaya dari obat ini.

Ilmu farmasi modern dan toxicologi, telah menemukan bahwa tidak obat yang dapat efektif dan secara terus menerus bebas dari efek samping. Hal ini menarik untuk dibicarakan dan takmenarik bagi efek obat itu sendiri. Orang akan dapat menyepakati pernyatan jika terapi diuji pada kelompok besar pokok dan dijelaskan secara statistik meneliti dan tiadak berasal dari pendapat pasien secara individu. Pada dasarnya, para­digma ini bertentangan dengan etika sistem pengobatan kuno yaitu itu “nil nocere.” Manusia mampu mentolerir sesuatu yang berbahaya secara individual, karena terapi tidak berorientasi individual, tetapi berorientasi kolektif dan berasal dari analisi statistik. Tujua lain buku ini meletakkan kedudukan dokter posisi dimana ia dapat mencurahkan banyak waktu kepada pasien secara in­dividual dan memulai terapi secara individu yang sesuai dengan kondisi pasien dan penyakitnya dengan merumuskan resep yang bersifat individu. Sesungguhnya fitoterapi modern harus terdiri system pengobatan individu dan menolak segala bentuk pengobatan yang bersifat prosedural.

Selanjutnya, kita dapat dan harus menerima fakta bahwa, meskipun tehnik pengobatan secara individu dilakukan, kita tak dapat selamanya untuk meramalkan reaksi terapi secara individu dengan kepastian yang mutlak. Sejak sekarang, kita dapat tidak selamanya mengatakatakan berdasar prasangka bahwa pengobatan herbal tidak berbahaya, Resiko potensial yang berkembang adalah reaksi alergi sebagai contoh utama selamanya tidak pernah dianggap remeh, terutama pada fitoterapi. Dokter harus mempelajari dan memperkirakan efek terapi yang ada pada manusia seperti pada empat kriteria yang telah disebutkan sebelumnya (sehat subyektif, perasaan, keberadaan fikiran dan temuan obyektif). Mereka akan menemukan itu efek yang tidak menyenangkan dan dapat diamati lebih banyak dibanding dengan apa yang diperkirakan.

Pernyataan ini keluar tanpa mengatakan bahwa secara keseluruhan toler­ansi dari obat herbal lebih baik daripada itu dari obat sintesis, sejak ada yang terakhir menyatakan bahwa terdapat potensi pada obat herban akan adanya efek samping. Ada penjelasan sederhana untuk ini: sejak alam (tumbuhan dan manusia dikasus ini) telah saling berinteraksi sepanjang evolusi, adaptasi terhadap proses metabolisme untuk obat herbal yang telah tumbuh dan berhasil lebih lama daripada obat sintesis. Dalam beberapa hal obat sintesis yang pertama pada abad ini. Berkenaan dengan metabolisme, tubuh memproses bahan kimia asing pada hati. Dengan demikina tidaklah mengejutkan jika timbul gejala terhadap bahan kimia asing (xenobiotic) tubuh melakukan respon berkenaan dengan metabolisme kearah yang radikal. Sebagai hasil dari adanaya senyawa kimia dalam tubuh dalam bentuk noxac agresif. Karbon tetraklorida adalah contohny; yang dapat menyebabkan adanya efek hepatotoksik.

Frohne (1990) menulis tinjauan adanya resiko potensial yang berbeda dan ef­ek tidak menyenangkan dari tumbuhan obat dengan secara luas menjelaskannya dalam empat kategori:

1. Obat herbal yang sangat potensial dan beresiko tinggi mempunya efek samping.

kebanyakan telah dihilangkan dari daftar obat modern atau sekarang hanya digunakan

dalam bentuk berupa isolat.

2. Obat herbal dengan komponen aktif dapat menyebabkan efek kurang menyenangkan

hanya jika digunakan melebihi dosis atau penggunaan secara kronis.

3. Obat herbal yang belum dibuktikan kebenarannya atau efeknya kontroversial memiliki

potensial efek tidak menyenangkan.

4. Obat herbal dengan potensi efek samping yang berbahaya harus dinyatakan

Ketidakberadaannya sebagai bahan tambahan.

Vogel (1984) juga melakukan penilaian terhadap resiko penerimaan obat herbal pada beberapa artikel. Ia menunjukkan permasalahan dalam mutagenesitas dan karsinogenesitas, yang telah secara kontroversial diperdebatkan di akhir-akhir, sebagai contoh tumbuhan obat yang berisi alkaloid pyrrolizidine , contohny, Symphytum, Tussilago dan Petasitis. Kandungannya berpotensi mutagenisis atau Kankerogenis. Alkaloida pyrronzidine sekarang dibatasi pada dosis t maksimum yang diizinkan sehubungan denngan pengobatan.

Reaksi alergi juga disebutkan sebagai efek samping tipi­cal dari obat herbal. Hausen (1988) telah membuat penelitian utama untuk meneliti permasalana ini, yang dipublikasikan dalam bentuk bukunya ” Allergiepflanzen, planzenalleigene” (tumbuhan penyebab alergi).

ini menunjukkan itu obat herbal dan phytopharmaceutical punya potensi memiliki efek tidak menyenangkan. Sejauh ini masih dapat ditolerir, frekuensi dan intensitas efek samping mungkin berbeda dengan obat sintetis, tetapi bukanlah hal yang mendasar jika efek samping terjadi.

Dalam posisi ini, komentar kritis tentang ahli toksikologi dan metode yang harus dibuat, menjadi bahan perdebatan mustahil dan tidak mustahil pada obat herbal, focus utama perhatian digunakan untuk kemanjuran pengobatan, tetapi sekarang lebih kepada penilaian resiko. Penekanan khususnya adalah pada senyawa yang bersifat mutagenesis dan karsinogenis (dan lebih jauh kearah efek teratogenik) obat herbal. Birthwort (Aristolochia clematitis) obat herbal pertama dikritik karena ditemukannya asam aristolochic; menjadi penyebab tumor jahat di pada hewan coba pada pengujian jangka panjang. Sejak itu, ilmuwan telah mengumpulkan berabagai macam herba berkenaan dengan potensi mutagenis dan karsinogenisnya berdasarkan pada pengujian yang telah mereka lakukan, tapi perdebatan utamnya adalah tentang alkaloid pyr­rolizidine, anthraquinone dan quercetin. Meskipun demikian, ada beberapa argu­ment yang bertentangan dengan pendapat mereka tersebut. Masalah yang mengemuka adalah adanya perbedaan sel hewan atau baris sel tertentu ke manusia yang telah halaman 6. Mereka selesai berpikir dan tidak mempedulikan mekanisme pada sistem kebal tubuh manusia yang dapat ia pergunakan, belum lagi adanya reaksi sendiri. Spesies hewan coba, sebaliknya biasanya memperlihatkan reaksi spesifik. Seperti tikus Wistar, yang telah ditentukan keseragaman galurnya tetap menunjukkan adanya reaksi spesifiki. Ketidakpedulian dari sebagian ilmuan pada hubungan dosis-efek juga merupakan masalah yang lain. Hampir semua hewan coba diindikasikan memiliki potensi karsinogenisitas dari obat herbal yang diujikan dengan menggunakan dosis yang sangat berbeda dari dosis pengobatan pada manusia. Ini adalah dibuat dengan kondisi pemberian makanan abnormal yang juga merupakan unsure subjektif. Mereka biasanya diberikan sampel percobaan melalui tabung esophageal dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Hewan oleh karena hewan diperlakukan pada kondisi tak wajar, akan menimbulkan adanya penyakit yang berkenaan dengan kondisi mereka sendiri. Sebagian ilmuwan memiliki paradigma toxicologinya masing-masing, yang menyatakan bahwa satu molekul secara potensial bersifat mutagenik atau zat karsinogenik dapat diinduksi sehubungan dengan proses mutasi sel dan sekarang telah dilakukan pemberian dosis diluar dosis yang telah dibolehkan. Permasalahan yang khas dalam pembahasan ini, faktanya terdapat data yang lengkap mengenai toksikologi pada manusia yang kemudian menjadi argument yang dibesar-besarkan, terkhusus sejak tidak dihubungkannya studi epidemologicdidalamnya. Dalam masalah alkaloid pyrrolizidine, tidak bertambahnya di tingkat penderita kanker dapat diamati, begitu juga pada hewan atau manusia yang diberi comfrey (Symphytum) ketika diberikan obat dalam dosis pengobatan normal untuk comfrey. Meskipun demikian, secara teoritis pustulat akan resiko karsinogenistas tetap dipertimbangkan

Contoh ini diperlihatkan dengan jelas secara faktual oleh ahli toksikologi yang hanya dapat membuat beberapa kesimpulan dalam berbagai artikel karena mereka bekerja sebagian besar didasari pada sebuah hipotesis atau paradigma. Ini diterapkan pada obat herbal sebagaimana pada obat sintesis dan pada lingkungan bahan kimia yang lain.

Permalink
1 Komentar »

1.

Muh. Arrivad Iriansyah berkata,

Januari 10, 2010 pada 11:46 pm

ass. terimah kasih… pak
saya copy paste artikel ta; tabe
===================================
Wss. silahkan…silahkan…..jangan sungkan2
Sering2 sj mampir smg makin banyak tambahan ilmu
Sorry lagi sibuk2 jadinya blognya untuk sementara jarang di up date
Tapi smg selalu mendapat manfaat.
Sukses selalu yach………………


Tinggalkan sebuah Komentar
Klik di sini untuk membatalkan balasan.

Nama (wajib)

E-mail (wajib)

URI

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

*
Search:

*
Arsip
*
Halaman
o Tentangku
o Protein
o RESIN
o CPOTB
o Transport Pada Sel
o Nilai Mata Kuliah
o In Silico
o Minyak Menguap
o Alkaloids
o Vitamin
o Download e-Book
*
Kumpulan Tulisan
o Introduction to Plant Anatomy
o Standarisasi Simplisia Rimpang Kunyit
o Terpenoid
o Mencari Protein Interest
o Sebab Kita Dicipta Berbeda
o Homologi Modelling
o Science of Love
o Varicose Vein Syndrome
o Saponin
o Bersambung………
o Waspadai Bahan Kimia yang Dioplos dalam Jamu
o Klik Ke-10.000 Kali
o Kromatografi
o Elusidasi Dgn Optimasi Pemodelan Molekular
o Bioaktif Alkaloid Dari Laut
*
Tulisan Teratas
o Transport Pada Sel
o Standarisasi Simplisia Rimpang Kunyit
o GLIKOSIDA
o Varicose Vein Syndrome
o Prinsip Dasar Fitoterapi
*
Kategori
o Bahan Kuliah
o Macam-Macam
o Metabolit Sekunder
*
Belajar
o Biosel
o Botanical Image
o Botanical Index
o Data Tumbuhan Obat
o JAMU of KNApSAcK
o Kultur Jaringan
o Nanotech
o Plant Biochemistry
o Spektro
*
Free Article
o Acta Pharmaceutica
o AJPE
o BenthamSciPub
o Biofrontiers
o Biomed Central
o Dovepress
o Endojournals
o Health Articles
o ITM
o JAP
o JPET
o JPPS
o KU
o Marine Drugs
o NEJM
o Oxford Journal
o Pharmacogenomics
o Phcogmag
o PNAS
o PubMed Central
o RSC
o Sphinxsai
*
Free Software
o ArgusLab
o ChemSketch
o Kamus
o Mercury
o Pymol
o R Statistic Program
o Scientific Calculator
o Screen Recorder
o Semstat
o Statistical Tables
o USB Vaccine
o Vega ZZ
*
Free e-Book
o Free e-Book
*
Statistik Blog
o 18,771
*
Pengunjung
free counters
*
Statusku
*
Online Counter
[Click to see how many people are online]
*
Life Traffic
*
Komentar Terakhir
NURUL QOMARIAH di Minyak Menguap
LA ODE MUH. FITRAWAN di Bioaktif Alkaloid Dari La…
yuniar isnani di Saponin
harry hadi saputra di Terpenoid
dewi suryaningsih di Introduction to Plant_Ana…
*
Islamic Calendar

*
Klik Acak
10.000 x Alkaloid Alzheimer Bahan Laut Bersambung Cinta Curcuma download Dunia e-Book Elusidasi Evolution Fase Diam Fase Gerak Ginger Glikosida Herbal Medicine Hippocastani Semen Hormon HPLC Jamu Kata Bijak Kemoterapi Kromatografi Love Molekular Modeling Myrtilli Fructus Neurodegeneratif neurotransmiter Obat Kimia Oedema Parkinson Pelansing Pemisahan Campuran Phylogenetic Rematik Rusci Rhizoma Saponin Sapotoksin Senyuman Steroid Syukur Triterpenoid Varises Viagra
*
Admin Only
o Masuk log
o RSS Entri
o RSS Komentar
o WordPress.com

Didisain oleh Beccary · Blog pada WordPress.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar